Advertisement
Pesawaran — Anggota DPRD Provinsi Lampung, Mustika Bahrum, menegaskan bahwa kegiatan Sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan tidak hanya sebatas penyampaian materi, melainkan juga menjadi ruang silaturahmi dan penguatan kebersamaan antara tokoh masyarakat, ulama, dan pemerintah.
“Walaupun kemasannya adalah sosialisasi Pancasila dan wawasan kebangsaan, intinya adalah silaturahmi. Saya sudah beberapa kali hadir di sini, ngobrol dengan para kyai dan ustaz, hingga akhirnya lahirlah gagasan untuk membuat acara ini,” kata Mustika Bahrum. Di hadapan wali santri Pondok Pesantren Darul Musthofa Almahmudany, dan masyarakat Gunung Sari. Way Khilau Pesawaran. Sabtu (23/08/2025).
Menurut Suntan Pengayom Makhga (Gelar Adat Mustika Bahrum) mengaku, kehadirannya di pondok Pesantren saat ini berawal dari perbincangan sederhana dengan tokoh agama setempat. Dari obrolan itu, lahir kesepahaman untuk merangkai program yang bermanfaat bagi masyarakat sekaligus menguatkan nilai kebangsaan.
Selain membawa kegiatan sosialisasi, Suntan juga berupaya memberi dukungan nyata terhadap kebutuhan pesantren dan masyarakat sekitar. “Hari ini, saya serahkan Bantuan Sound System. Mudah-mudahan bermanfaat bagi warga pondok dan para santri yang ada disini. Ini bentuk komitmen agar keberadaan kami sebagai wakil rakyat benar-benar memberi manfaat,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Anggota Fraksi Golkar DPRD Provinsi Lampung menekankan pentingnya menjaga konsistensi dan ketulusan dalam menjalankan amanah sebagai wakil rakyat.
“Hari ini merupakan kewajiban dari DPRD Provinsi untuk mensosialisasikan Pancasila. Minimal, keberadaan saya di legislatif membawa manfaat bagi masyarakat. Doakan agar saya dijadikan dewan yang selalu bermanfaat. Jalan ini hanya perantara, tangan panjang dari masyarakat yang diamanahkan kepada saya,” tegasnya.
Ditempat yang sama, Kepala Desa Gunung Sari, Kasam, menyebut kunjungan legislator provinsi tersebut diharapkan membawa keberkahan dan kemajuan, terutama bagi pondok pesantren di wilayahnya.
“Jika Gunung Sari sering didatangi Dewan Provinsi, tentu akan membawa keberkahan bagi masyarakat,” ujar Kasam.
Ia menekankan pentingnya ideologi Pancasila untuk terus dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan meski sebagian warga mungkin belum mampu menghafalnya secara lengkap.
Selain aspek ideologi, Kasam juga menyoroti kebutuhan mendesak pembangunan infrastruktur. Salah satunya jalan kabupaten yang menjadi penghubung antarwilayah, yakni Kabupaten Pesawaran dengan Kabupaten Pringsewu.
“Gunung Sari masih banyak membutuhkan sentuhan, khususnya di bidang infrastruktur. Jalan kabupaten ini sangat vital karena menghubungkan Pesawaran dan Pringsewu,” tambahnya.
Kunjungan Mustika Bahrum ke Gunung Sari sekaligus menjadi ruang aspirasi masyarakat untuk menyuarakan kebutuhan pembangunan yang lebih merata. “Warga berharap perhatian dewan dapat menjembatani perbaikan infrastruktur serta mendukung perkembangan pesantren di desa tersebut,” tegasnya.
Sementara, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Musthofa al-Mahmudany, KH. M. Aang Asep Hariri menyampaikan pandangan mendalam terkait pentingnya peran pemerintah dan ulama dalam kehidupan berbangsa. Ia menganalogikan struktur pemerintahan dengan tubuh manusia, di mana pemerintah berfungsi sebagai kepala, sementara ulama menjadi hati yang menghidupkan organ-organ lain.
“Tubuh manusia itu adalah kepalanya organ tubuh. Pemerintah itu kepalanya. Tatkala tidak ada pemerintah, di situ ada kekosongan, seperti orang tidak ada kepala. Alhamdulillah sebentar lagi menurut informasi tanggal 27 akan ada pelantikan Bupati kita, berarti kepala itu ada lagi,” ujar KH. Aang.
Menurutnya, meski pemerintah berfungsi sebagai kepala, tubuh bangsa juga tidak akan lurus tanpa hati. “Hatinya itu para alim ulama. Kalau tubuh punya kepala tapi tidak punya hati, tidak akan berfungsi. Begitu pula sebaliknya,” ujarnya.
Lebih jauh, KH. Aang menjelaskan visi misi Pondok Pesantren Darul Musthofa, yakni mengkolaborasikan ilmu keagamaan dan ilmu keduniaan. Ia menegaskan bahwa pendidikan pesantren tidak hanya berhenti pada ibadah ritual, tetapi juga menyentuh persoalan kehidupan sehari-hari seperti pertanian dan keterampilan masyarakat.
“Visi dan misinya ngaji sampai Rabi, ngaji sampai mati. Pesantren harus memadukan ilmu agama dan ilmu dunia. Karena itu, kitab yang dipelajari juga mencakup bab salat, bab thaharah, sampai bab nandur pari, nyetek cokelat, dan kopi,” jelasnya.
KH. Aang juga mengaitkan kegiatan kajian Pancasila dengan nilai ibadah. Menurutnya, mengaji tentang ideologi Pancasila dan wawasan kebangsaan memiliki nilai pahala besar.
“Artinya, kita berkumpul siang hari ini membahas ideologi Pancasila dan wawasan kebangsaan, pahalanya sama seperti orang beribadah 7.000 tahun, siangnya puasa malamnya ibadah. Amalia itu tidak akan ditolak sedikit pun,” pungkasnya.